Laman

Senin, 08 Maret 2010

Kisah ku

DI SAMBUT KEBAKARAN

Aku baru saja tiba di kabupaten Malinau, sebuah perjalanan yang melelahkan dari sebuah kota berkembang ke sebuah daerah terpencil dan jauh dari hiruk pikuk kehidupan masyarakat kota. Mungkin ini kisah petualanganku season ke seribu, mengabdi untuk masyarakat kabupaten Malinau yang sebagian besarnya adalah bersuku asli Kalimantan timur yaitu suku Dayak.

Sekitar jam setengah empat sore aku baru sampai di pelabuhan speedboat Malinau dan langsung di sambut oleh kebakaran sebuah rumah warga yang terletak persis berdekatan dengan kantorku, panic dengan keadaan ini aku terpaksa turut membantu rekan-rekan yang tengah sibuk mengangkut property kantor walaupun aku belum mengenal mereka.

Sementara menunggu keadaan memungkinkan aku masih diizinkan untuk tinggal dikantor bersama mas Burhan dan pak Heru. Meskipun dalam keadaan yang kacau balau seperti habis terkena gempa Tsunami tapi besok kantor akan tetap melakukan pelayanan.

Jum’at 15 January 2010

KEHUJANAN

Pagi ini hujan mengguyur kabupaten Malinau dan dengan sedikit basah aku berlari menuju kantor yang terletak tidak jauh dari kostku, sementara waktu telah menunjukkan jam setengah delapan pagi, ku harap hari ini nasabah yang akan transaksi ga’ begitu banyak supaya kami bisa pulang lebih awal seperti kemarin.

Jam sudah menunjukkan pukul 10 lebih delapan belas menit & nasabah yang datang cuma satu-dua orang, alhamdulillah jika saja setiap hari sepi seperti ini, pasti aku bakalan jadi gemuk. Tapi ga’ tau kenapa walaupun nasabah yang bertransaksi cukup sepi tetap saja pulangnya tidak bisa lebih cepat.

Senin, 18 January 2010

LEMPAR BUKU TABUNGAN

Hari ini nasabah begitu banyak sekali yang melakukan transaksi hingga no. antrian yang tersedia cepat sekali habis dan mas Burhan harus menambah nomor baru.

Menjelang pelayanan terakhir, salah satu nasabah membalikkan tubuh meninggalkan meja teller dan tiba-tiba saja marah “di tutup saja mas, orang mau menabung kok..” katanya sambil melemparkan dua buah buku rekening yang terpental ke atas mejaku. Kontan dengan kejadian ini aku kaget dan hanya memaksa untuk tetap tenang dan tersenyum. Sementara itu mas Rohani (polisi) yang berada disampingku merasa sedikit jengkel terhadap nasabah itu dan membiarkannya berlalu meninggalkan kantorku.

Usut di usut ternyata nasabah tersebut tidak memiliki nomor antrian sehingga ia marah karena teller tidak dapat melayaninya apalagi jam kerja kantor sudah satu setengah jam lewat dari yang seharusnya, padahal sebelum melakukan transaksi nasabah itu sudah lama duduk dihadapanku hingga nomor antrian telah habis, ia tidak mengambilnya.

Tak berapa lama datang seseorang berseragam dinas yang ternyata disuruh oleh nasabah tersebut untuk mengambil buku rekening yang dilemparkannya tadi, dari orang itu aku mengetahui bahwa nasabah tersebut ternyata adalah sekretaris camat (SEKCAM) kabupaten Malinau

Ironis memang jika seorang yang terpandang di daerahnya melakukan perbuatan yang tidak penuh dengan kesopanan.

Selasa, 19 January 2010

KURSI PATAH

Hujan kembali mengguyur kabupaten Malinau dan membuat nasabah yang bertransaksi pagi ini tidak seramai kemarin.

Sedang asik-asiknya aku membantu nasabah yang membuka rekening baru, tiba-tiba saja dari arah sebelah kuping kiriku terdengar suara “kedubraaakk!!!” dan ternyata suara itu berasal dari kursi nasabah yang sedang dilayani oleh mas Tresna. Suara itu membuyarkan perhatian seluruh nasabah yang tengah menunggu nomor antriannya di panggil.

Entah karena keberatan beban atau apa kursi kayu yang diduduki nasabah gemuk lagi besar itu tiba-tiba patah dan diapun terjatuh dari tempat duduknya “ya ampuun ada-ada aja”.

Senin, 25 January 2010

GA’ NYAMBUNG

Hari ini pak Heru resmi melepaskan jabatan kepala unit-nya kepada mas Tresna untuk sementara waktu menunggu ka.unit baru (pak Ismed) yang di mutasi dari kabupaten Nunukan.

Suasana semakin pengap karena nasabah yang datang bertransaksi sangat banyak sekali sampe-sampe AC kantor yang jumlahnya 4 buah ga’ bisa menyeimbangi suhu tubuh para manusia yang ada, sedikit setres juga melayani nasabah desa yang tidak mahu antri dan semuanya serba ingin di dahulukan. Keadaan ini membuat konsentrasiku selalu pecah, ingin rasanya ku cepat menyelesaikan semua nasabah yang nada dihadapanku tapi akibatnya aku jadi salah memasukkan kode deposito pada system computer dan setelah diusahakan untuk dinormalkan kembali, untung saja semuanya bisa di selesaikan.

Ditengah konsentrasi kerjaku yang menurun karena memikirkan kesalahan tadi, datang seorang bapak yang umurnya kira-kira 50 tahunan.

“ada yang bisa dbantu pak” kata mas Doni yang berada disampingku sementara aku tetap konsen pada pekerjaan yang belum selesai

“ya pak?!?!” nasabah itu balik bertanya dengan wajah polosnya

“bapak mau apa pak” kata mas Doni kembali bertanya

“saya mau kirim uang pak” nasabah itu menjawab perlahan sembari tersenyum

“nomor rekening yang dituju ada pak?”

“anu pak saya mau ngirim!!” mengulangi perkataannya

“iya,.. nomor rekeningnya ada pak, bisa saya liat??” mas Doni tampaknya mulai bingung

“ke Samarinda, ada anak saya di sana!!” menjawab pertanyaan mas Doni dengan roman bingung dan agak ga’ nyambung

“bapak, bapak mau ngirim? Nomor rekening anak bapak yang disana ada?” aku mulai turun tangan dan sedikit menambah volume suaraku karena bapak ini ternyata punya gangguan pendengaran..

“ya pak? Ini pak..” ia mengeluarkan selembar kertas F4 yang bukan berisi no.rek.tujuan

“bapak nomor rekeningnya yang mau dikirim ada bawa???” aku kembali menanyakannya

“ga anak saya di Samarinda, Cuma ini yang di kasih..?? ia kembali mengeluarkan sebuah kertas kecil yang ada no. telefon anaknya

Mas Donipun mencoba menghubungi no itu dan ternyata salah sambung

“pak ini nomor siapa, kok salah sambung?”

“biasanya saya kirim pake no. itu pak!!” katanya menjelaskan

“pak, ini no.telepon bukan no.rekening, bapak tau nomor rekening anak bapak di Samarinda??” aku menjelaskan dan bertanya lagi padanya

“tidak tau…”jawab bapak itu perlahan

“bapak coba cari tau aja dulu ya baru kesini lagi” kata mas Doni mengakhiri karena tidak tahan lagi

“oh.. gitu? Nanti kesini lagi?” bapak itu mengangguk meng-iyakan perkataan mas Doni

Selama menghadapi bapak itu bukan hanya aku yang berusaha untuk menahan tawa namun nasabah-nasabah lainpun ikut tersenyum dan tertawa kecil, yah.. lumayanlah buat otakku fresh kembali.