Laman

Selasa, 16 September 2008

Keluarga Papaku BeRuBaH


Beberapa waktu telah berlalu, sejak kepergian papa kini kami harus bisa mandiri dan merubah kehidupan kami. Mama yang kini sedang mengandung calon adik kandungku tidak mahu terus larut dalam duka, ia segera bangkit dan berusaha menjadi pengganti papa yang baik buat anak-anaknya.
Meskipun pada saat itu aku masih kecil namun aku telah mengerti apa arti kehidupan menjadi seorang yatim diusia dini, aku tidak boleh manja sebagaimana kawan-kawanku yang lainnya karena aku adalah seorang yatim yang tak memiliki apa-apa selain mama. Itulah yang coba aku tanamkan didalam hatiku meskipun aku masih ingin menikmati masa-masa bahagia untuk memiliki seorang ayah.
Jangankan manusia yang memiliki hati dan perasaan seekor Unta pun tidak akan rela jika anaknya terinjak oleh orang lain. Begitu pula dengan mamaku, ia tak mahu menyerah dengan keadaan ini sehingga mama membiarkan kami anak-anaknya tetap bisa menikmati pendidikan, dengan ketiadaan papa kami tidak mesti harus putus sekolah.
Mama kini telah mendapatkan pekerjaan yang dapat menopang kkehidupan kami, meskipun hasilnya sedikit namun kami cukup bersyukur karena kami masih dapat menikmati sesuap nasi dari hasil jerih-payah yang halal. Yah mama kini telah bekerja pada seorang juragan yang memiliki beberapa hektar persawahaan untuk digarap setelah sebelumnya mama bekerja serabutan kesana dan kesini.
Sebelum pergi kesawah mama pasti menyiapkan segala perlengkapan sekolah milikku dan kakak perempuanku, kehidupan yang enak dan serba praktis sangat jauh sekali dari kehidupan kami, semenjak taman kanak-kanak aku sudah mulai belajar untuk menjajakan bubur kacang hijau yamg dibuat mama pada waktu pagi sekali dan berlanjut hingga aku menginjak kelas satu SD. Sama dengan aku, begitupun dengan kakakku ia turut menjajakan bekal (Pisang goreng) yang telah disediakan oleh mama.
Ada satu hal yang sangat lucu sekali untuk dikenang semasa aku dan kakak berjualan disekolahan. “Suatu saat ketika kami sedang berjualan pisang goreng, tidak seperti biasanya hari itu jajanan kami tidak laris manis entah karena faktor cuaca atau karena faktor lain yang jelas bekal yang kami bawa masih tersisa banyak. Melihat keadaan ini kakakku menjadi panik dan tidak berani untuk pulang kerumah sebelum jualan kami habis, kakak sangat takut sekali jika mama memarahinya karena jualan yang tak laris, tak lama kemudian tiba-tiba saja suatu ide konyol terbesit dikepala kakak, ia memakan sebagian jualan yang masih tersisa itu hingga meninggalkan beberapa buah pisang goreng saja di talam. Setelah sampai dirumah ternyata mama tahu bahwa jumlah uang jualan yang terkumpul tidak sama harganya dengan jumlah pisang goreng yang habis, tentu saja mama merasa heran dan menanyakan hal yang sebenarnya pada kakak kemudian dengan wajah yang memerah kakak mengakui hal yang sebenarnya, mendengar hal itu akhirnya mama tidak dapat berkata-kata dan hanya menahan tawa”.
Saat aku pergi kesekolah pasti aku masih bisa melihat mamaku akan tetapi sepulang sekolah tidak dapat dipastikan aku langsung bisa melihat mama ada dirumah menyambut kepulanganku, ya karena pada saat aku pulang terkadang mama belum juga pulang dari sawah. Pergi pagi pulang senja itulah keseharian yang kami jalani.
Sebagian besar waktuku dihabiskan untuk bermain bersama kawan-kawan sebayaku, mungkin juga pada saat itu aku masih ingusan sedangkan kawan-kawanku dapat dikatakan lebih tua beberapa tahun dari aku. Bersama mereka aku bisa tertawa dan menikmati indahnya masa kanak-kanak, mereka bagiku bagaikan saudara kandung sendiri karena dari mereka pula aku dapat merasakan perhatian dari orang lain seolah-olah papa yang telah tiada hadir kembali disisiku.
Mungkin bersama kawan-kawan aku lebih merasakan hangatnya kedekatan dan perhatian daripada keluarga sebelah papaku sendiri. Ya… setelah kepergian papa seolah semua keluarga telah berubah, ibarat bunga yang kini tak harum lagi begitulah keadaan yang keluargaku alami. Mereka kini tak sebaik pada saat papaku masih hidup kini perhatian mereka kepada keluargaku seolah berkurang dan terkadang menutup pintu untuk kami kunjungi.
Entah karena apa mereka berubah? Aku tak tahu tapi yang jelas aku rasakan mereka telah berubah. Salah satu keluarga papa yang kurasakan masih menaruh perhatian pada kehidupan kami adalah Papa Tua (kakak tertua dari papa). Bersama istrinya mereka sangat pethatian kepada kami sebagai keponakan dan kepada mamaku sebagai adik iparnya.
Dari cerita mama, aku pernah mendengar bahwa mereka (*keluarga papa) telah mengambil seluruh perkakas / peralatan pertukangan milik papa tak lama setelah papa meninggalkan dunia ini, sebenarnya barang milik papa itu telah mamaku simpan dan rencananya akan diwariskan kepada salah satu keturunan papa suatu saat nanti namun ternyata rencana itu gagal, mereka telah mengambil semuanya tanpa meninggalkan sesuatupun. Mama yang hanya memiliki pendidikan SD dan tidak tamat itupun tidak memiliki kemampuan apa-apa kecuali hanya meratapinya.
Masih segar dalam ingatanku, ketika mereka mengunci pintu belakang rumahnya untuk kami dengan tujuan agar kami tidak mendengar suara ribut didapur dan tidak dapat melihat ketika asap dapur mereka mengepul, sungguh sangat kikir sekali.. “Ya.. Allah,.. cukupkan atas kami karuniamu ya Allah…”
***

Tidak ada komentar: